Aceh – Respons sejumlah pejabat terhadap bencana besar di Sumatera dalam beberapa waktu terakhir menuai sorotan publik. Sejumlah pernyataan dinilai tidak tepat dan memicu polemik di tengah upaya evakuasi serta penanganan darurat.
Di tengah dinamika tersebut, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya menggalang empati nasional sebagai fondasi utama menghadapi bencana.
Presiden Prabowo mengingatkan agar momentum bencana tidak dijadikan ajang mencari panggung ataupun klaim sepihak.
Ramainya komentar di media sosial mulai dari narasi keliru seperti sawit disebut dapat menggantikan fungsi hutan dinilai hanya mengalihkan fokus publik dari kerja nyata yang dibutuhkan di lapangan.
Kepala negara meminta seluruh pihak memusatkan perhatian pada keselamatan warga dan percepatan penanganan.
Ia menegaskan bahwa penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Keberadaan BPBD di tingkat kabupaten/kota serta BPKA di Aceh menjadi struktur penting dalam memperkuat koordinasi dan respon cepat.
Kolaborasi lintas lembaga, menurut Presiden, adalah kunci efektivitas dalam kondisi darurat.
Hingga kini, Presiden Prabowo belum menetapkan status Bencana Nasional atau membuka permintaan bantuan internasional.
Ia percaya kapasitas bangsa cukup kuat untuk menangani dampak bencana, ditopang semangat gotong royong, reputasi Indonesia sebagai negara paling dermawan, serta potensi zakat dan wakaf nasional yang mencapai sekitar Rp 480 triliun.
Modal sosial ini diharapkan dapat menggerakkan bantuan tepat sasaran dan mempercepat pemulihan.
Dalam rapat terbatas, Presiden menyampaikan bahwa seluruh kepala daerah dan jajaran kabinet sedang diuji untuk membuktikan komitmen pelayanan publik.
Ia menekankan pentingnya menjaga soliditas, menghormati kerja para petugas di lapangan, dan memastikan koordinasi berjalan tanpa saling menyalahkan.
Keberhasilan penanganan bencana bukan semata diukur dari nilai bantuan, tetapi dari kekompakan dalam bertindak.
Presiden Prabowo juga mengeluarkan peringatan keras agar tidak ada praktek korupsi dalam pengelolaan anggaran bencana.
Integritas, kata Presiden, menjadi syarat utama agar bantuan benar-benar sampai kepada masyarakat terdampak.
Pemerintah berkomitmen memperkuat pencegahan penyimpangan dana pada seluruh tahapan penanganan bencana.
Di tengah ujian besar ini, Presiden menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan empati nasional sebagai kekuatan kolektif untuk bangkit.
Kerja nyata, koordinasi yang solid, serta kejujuran dalam menjalankan amanah diyakini akan mempercepat pemulihan wilayah terdampak di Sumatera.
Empati nasional bukan sekadar semboyan ini adalah panggilan untuk bersatu dan mengutamakan keselamatan rakyat di atas segalanya.




