LENTERAMERAH – Dorongan mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman, agar banjir bandang di Sumatera Barat ditetapkan sebagai bencana nasional kembali mencuat dan memunculkan perdebatan baru di ruang publik. Irman—yang sejak 1999 dikenal sebagai politisi asal Sumbar—menilai eskalasi bencana telah menuntut intervensi lebih besar dari pemerintah pusat.
Namun langkah itu tak bisa dilepaskan dari rekam jejak hukumnya.
Pada 2016, Irman terjerat OTT KPK dalam kasus kuota impor gula, yang kemudian mengantarnya pada proses etik dan pidana.
Setelah tidak memperoleh respons dari BNPB, Irman kini mendorong Gubernur Sumbar untuk ikut mendesak pemerintah pusat menaikkan status bencana.
Jejak Hukum yang Masih Membayangi
Pada 5 Oktober 2016, Badan Kehormatan DPD RI memberhentikan Irman karena pelanggaran etik dan dugaan penyalahgunaan jabatan.
Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara, denda, dan pencabutan hak politik selama lima tahun.
Meski status hukumnya memicu kritik, Irman kembali terpilih sebagai anggota DPD RI dalam pemilu berikutnya.
Publik kemudian mendorong adanya kewajiban transparansi bagi mantan narapidana korupsi yang kembali menduduki jabatan negara.
Desakan Status Bencana Nasional dan Tafsir Motif Politik
Penetapan bencana nasional tidak hanya bersifat administratif.
Status ini berkaitan dengan akses pendanaan, struktur komando, dan skema percepatan penanganan.
Pengamat politik Arifki Chaniago menilai desakan agar pemerintah pusat menaikkan status bencana perlu dibaca dalam dua dimensi: politik dan tata kelola kebencanaan.
Pemerintah pusat, kata dia, telah mengerahkan sumber daya nasional melalui BNPB, TNI, Polri, Kementerian Sosial, dan kementerian lain.
“Jika operasi di lapangan sudah berjalan dengan kapasitas nasional, penetapan status belum tentu menjadi kebutuhan mendesak,” ujar Arifki.
Pemerintah pusat memastikan bahwa dukungan bagi Sumatera Barat tidak dibatasi, baik dalam fase tanggap darurat maupun pemulihan.
Pemerintah daerah hanya diminta menyiapkan RAB yang rinci dan akuntabel, yang kemudian diproses melalui Kemendagri dan BNPB.
Situasi ini membuka ruang tafsir bahwa desakan Irman dapat memiliki muatan politik, meski hal tersebut tetap menuntut verifikasi dan pembacaan yang lebih hati-hati.
Peringatan Presiden Soal Pengelolaan Anggaran Bencana
Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya menjaga integritas pengelolaan anggaran negara, termasuk dana penanganan bencana.
Pemerintah menyatakan tidak akan mentoleransi penyimpangan anggaran bantuan, terutama di tengah situasi darurat kemanusiaan.
Dalam kerangka itu, sejumlah pihak mengingatkan bahwa advokasi publik termasuk usulan penetapan bencana nasional harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan bebas dari kepentingan politik jangka pendek, agar fokus pemulihan masyarakat Sumbar tidak teralihkan dari kebutuhan utama.




