LENTERAMERAH — Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus meminta pemerintah memastikan program swasembada energi di Papua dijalankan secara transparan dan berbasis audit lingkungan yang independen.
Ia mengingatkan agar kebijakan strategis nasional tersebut tidak ditunggangi kepentingan korporasi yang berpotensi merusak hutan.
Iskandar mengatakan polemik mengenai isu “Sumateranisasi Papua” tidak boleh mengaburkan tujuan utama swasembada energi, yakni mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM).
“Swasembada energi itu kebutuhan strategis. Yang harus diawasi ketat adalah tata kelolanya, bukan tujuannya,” kata Iskandar di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2025.
Iskandar menilai pengembangan komoditas energi terbarukan seperti sawit, singkong, dan tebu di Papua tidak bisa serta-merta disebut sebagai eksploitasi.
Penilaian, menurut dia, harus didasarkan pada kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan hasil audit yang terbuka.
“Selama melalui AMDAL, RKL-RPL, dan diaudit secara independen, proyek itu sah. Yang berbahaya justru pembangunan tanpa audit,” ujarnya.
Ia juga menyinggung kewajiban sertifikasi ISPO yang kini diperketat. Sertifikasi tersebut, kata Iskandar, semestinya menjadi instrumen pengawasan negara, bukan sekadar formalitas administratif.
Soal narasi “Sumateranisasi Papua”, Iskandar menilai istilah tersebut lebih bersifat politis dan tidak sepenuhnya berbasis data.
Ia merujuk pada langkah pemerintah yang tengah menertibkan dan menyita lahan sawit ilegal di kawasan hutan.
“Tidak masuk akal jika pemerintah disebut ingin merusak hutan, sementara di saat yang sama menyita jutaan hektare lahan sawit ilegal dan mengenakan denda besar,” katanya.
Iskandar menegaskan manfaat swasembada energi harus dirasakan langsung oleh masyarakat Papua. Ia mendorong penerapan skema kemitraan adat dan plasma petani yang terukur.
“Masyarakat lokal harus menjadi subjek pembangunan. Dampak sosial dan ekonominya harus jelas,” ujarnya.
Menanggapi rencana penerapan biodiesel B50 pada 2026, Iskandar menilai program tersebut berpotensi menghemat devisa negara. Namun, ia mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap anggaran dan rantai pasok.
“Penghematan besar harus tercermin di APBN. Jangan sampai bocor karena tata niaga yang tidak transparan,” katanya.
Ia juga mengingatkan publik agar mewaspadai keberadaan buzzer perusak hutan yang kerap menyusup dalam isu lingkungan. Menurut Iskandar, tidak semua narasi hijau murni bertujuan konservasi.
“Ada pihak yang sebelumnya diuntungkan dari praktik ilegal, lalu berlindung di balik jargon lingkungan,” ucapnya.
Iskandar menutup dengan menegaskan pentingnya transparansi dan audit independen untuk menjaga kepercayaan publik.
“Kalau negara berani membuka data, berani diaudit, dan tegas menindak pelanggaran, swasembada energi bukan ancaman bagi Papua,” katanya.
IAW menilai swasembada energi dapat menjadi peluang pembangunan berkelanjutan jika dijalankan dengan tata kelola yang akuntabel.***




