LENTERAMERAH – Di balik manfaat puasa 36 jam, seperti pembakaran lemak dan aktivasi autophagy, terdapat risiko yang sering diabaikan. Tidak semua orang cocok menjalani puasa ekstrem ini, apalagi tanpa pengawasan medis. Risiko terbesar datang dari ketidakseimbangan elektrolit, hipoglikemia, dan bahkan gangguan hormonal.
Bagi penderita diabetes atau individu dengan metabolisme tak stabil, puasa panjang bisa berbahaya. Ketika tubuh kehabisan simpanan glukosa, risiko gula darah turun drastis dapat terjadi. Gejala seperti pusing, lemas, gemetar, hingga kehilangan kesadaran bukan hal mustahil.
Selain itu, risiko puasa 36 jam ekstrem juga bisa menyebabkan peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang dalam jangka panjang berdampak negatif bagi kesehatan jantung dan tekanan darah. Mereka yang memiliki riwayat gangguan makan pun rentan mengalami kambuhnya pola makan tidak sehat.
Meskipun video viral di media sosial menggambarkan proses biologis puasa 36 jam dengan visual menarik, kenyataan medis jauh lebih kompleks. Studi dari Harvard Health dan Healthline menekankan bahwa autophagy memang bermanfaat, tapi pencapaiannya melalui puasa ekstrem harus disesuaikan dengan kondisi individu.
Untuk sebagian orang, cukup dengan berpuasa 14–16 jam secara teratur saja sudah bisa memicu perbaikan sel tanpa harus mengambil risiko kesehatan serius. Oleh karena itu, penting untuk konsultasi dengan dokter sebelum mencoba puasa ekstrem, terutama jika memiliki kondisi medis tertentu. ***