LENTERAMERAH – Anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Anggia Erma Rini, menuai sorotan publik usai berjoget dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025.
Aksi tersebut dilakukan di hadapan tamu negara, pejabat tinggi dan disiarkan secara luas. Dalam video yang viral, Anggia tampak mengenakan kebaya kuning dengan selendang merah muda, tersenyum semringah mengikuti irama lagu Fa Mi Re.
Anggia saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi VI DPR RI periode 2024–2029. Sebelumnya, ia dikenal sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR dan mantan Ketua PP Fatayat NU, organisasi perempuan Nahdlatul Ulama. Ia melenggang ke Senayan dari Dapil Jawa Timur VI.
Aktivis NU: Joget Anggia Erma Rini Cederai Marwah Santri
Koordinator Poros Muda NU, Ramadhan Isa (Dhani), mengecam keras penampilan Anggia Erma Rini di forum resmi kenegaraan. Ia menilai aksi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai dasar NU dan tradisi pesantren yang menjunjung kesopanan dan kehormatan.
“Ini bukan sekadar soal joget. Ini soal nilai—nilai yang selama ini dijaga oleh tradisi Nahdlatul Ulama,” kata Dhani, Senin (2/9). Ia menyebut Anggia sebagai representasi moral perempuan santri, sehingga tindakannya di panggung politik nasional membawa beban simbolik yang berat.
Wajah Elit Politik vs Realitas Rakyat
Dhani menilai, aksi joget di tengah kondisi rakyat yang menghadapi harga kebutuhan pokok melambung dan tingkat pengangguran yang tinggi menunjukkan ketimpangan moral antara elit dan rakyat. Ia menyebut, “Kalau santri kehilangan rasa malu, lalu siapa lagi yang akan menjaga marwah bangsa ini?”
Menurutnya, publik tak hanya menilai dari penampilan luar, tetapi dari simbol-simbol yang ditampilkan di ruang negara. “Bayangkan, rakyat menanti solusi dari DPR, tapi justru disuguhi panggung joget. Ini bukan lawakan, ini ironi,” ujar Dhani.
“Aplikasi Karaoke” dan Kritik Satir untuk Parlemen
Tak hanya retoris, Dhani juga melontarkan sindiran tajam. “Mungkin mereka lupa, tapi kamera tak pernah lupa. Di era digital, satu tarian bisa menghapus seribu pidato. Dan citra santri perempuan kini dipertaruhkan bukan karena jilbabnya, tapi karena selera panggung politiknya.”
Ia menambahkan, “Jangan sampai nanti publik mengira Sidang Tahunan MPR itu sekadar ajang pentas seni tahunan DPR. Kalau perlu, sekalian saja disponsori aplikasi karaoke.” ***