Pasca 7 Oktober, Israel Intensifkan Serangan ke Lebanon

Menggempur Lebanon atas nama “membasmi Hizbullah” pasca 7 Oktober, Israel justru membangkitkan potensi konflik regional baru. Tom Barrack memperingatkan: logika kekuatan militer Israel bisa menjadi bumerang geopolitik.
Setelah 7 Oktober, ketegangan Israel–Lebanon meningkat. Tom Barrack menilai negara gagal dan milisi seperti Hizbullah mencerminkan realitas pasca-negara.
Setelah 7 Oktober, ketegangan Israel–Lebanon meningkat. Tom Barrack menilai negara gagal dan milisi seperti Hizbullah mencerminkan realitas pasca-negara.

LENTERAMERAH – Ketegangan antara Israel dan Lebanon kian tajam sejak serangan 7 Oktober 2024. Namun bagi Tom Barrack, utusan khusus AS untuk Suriah dan Lebanon, persoalan di kawasan ini jauh lebih dalam dari sekadar konflik dua negara. 

Dalam wawancara terbarunya, ia menyebut Lebanon telah menjadi “negara gagal,” di mana institusi-institusi formal lumpuh, dan kekosongan kekuasaan diisi oleh kelompok bersenjata non-negara seperti Hizbullah.

Menurut Barrack, sejak 7 Oktober, yang berubah bukan hanya garis depan militer tetapi juga logika politik di kawasan. Ketika Israel membombardir wilayah Lebanon, tidak ada lagi pembeda jelas antara aktor negara dan non-negara.

Hizbullah, yang awalnya lahir sebagai perlawanan atas pendudukan Israel di Lebanon selatan, kini berubah menjadi kekuatan politik-militer dengan legitimasi parlemen namun tidak tunduk pada otoritas negara.

Rakyat Lebanon Gantungkan Harapan pada Hizbullah

Barrack menegaskan bahwa ketiadaan negara sebagai penyedia layanan publik, keamanan, dan keadilan telah membuat rakyat Lebanon menggantungkan harapan pada milisi. Hizbullah, dengan jaringan sosial dan keuangan dari Iran, mengambil alih fungsi-fungsi yang seharusnya dikerjakan pemerintah: dari distribusi pangan hingga perawatan kesehatan.

“Ini bukan soal ideologi. Ini soal siapa yang bisa memberi listrik, obat, dan keamanan,” ujar Barrack. Dalam situasi seperti itu, Hizbullah bukan lagi sekadar organisasi militer, tapi operator negara bayangan.

Israel, Serangan dan Narasi Keamanan

Di sisi lain, Israel terus melancarkan serangan udara ke Lebanon, Suriah, bahkan Tunisia—dengan dalih menargetkan militan Hamas atau Hizbullah. Namun Barrack melihat kebijakan militer Israel justru memperkuat narasi dan eksistensi kelompok-kelompok non-negara.

Pasca 7 Oktober, Israel merasa memiliki lisensi moral dan militer untuk menyerang siapa saja yang dianggap ancaman. Tapi dalam praktiknya, ini justru memperdalam fragmentasi di negara-negara tetangga. Lebanon menjadi korban utama: negara runtuh, namun milisi tetap hidup.

AS dan Dilema Aliansi

Menurut Barrack, “Kita sedang menyaksikan satu fase baru di Timur Tengah—negara sebagai entitas formal mungkin masih ada di peta, tetapi fungsinya sudah diambil alih oleh kekuatan non-negara. Ini bukan masa depan yang ideal, tapi inilah kenyataan hari ini.” ***