FAI Minta KPK Tak Lindungi Tersangka Dugaan Korupsi Sekjen DPR Indra Iskandar

Presidium Forum Aktivis Indonesia (FAI) Ramadhan Isa mendesak KPK segera menahan Sekjen DPR Indra Iskandar dalam kasus korupsi furnitur rumah jabatan senilai Rp121 miliar. Ramadhan Isa menilai kasus korupsi Sekjen DPR Indra mencerminkan lemahnya keberanian hukum menghadapi elite politik.
FAI desak KPK tahan Sekjen DPR Indra Iskandar dalam kasus korupsi rumah jabatan.
Ramadhan Isa dari FAI menilai KPK terlalu lamban menangani kasus korupsi Sekjen DPR Indra Iskandar terkait furnitur rumah jabatan DPR.

LENTERAMERAH — Kasus korupsi Sekjen DPR Indra kembali menjadi sorotan setelah Forum Aktivis Indonesia (FAI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menunda penahanan terhadap para tersangka. 

Presidium FAI Ramadhan Isa menilai KPK terlalu berhati-hati hingga kehilangan keberanian untuk menindak pengelola anggaran parlemen yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kehati-hatian itu berubah jadi ketakutan ketika yang disentuh adalah pejabat tinggi DPR,” ujar aktivis yang akrab disapa Dhani ini, Senin (6/10). “Padahal, di mata rakyat, korupsi tetap korupsi — tak peduli dilakukan oleh tukang sapu di kelurahan atau Sekjen di Senayan.”

FAI Minta KPK Tak Lindungi Korupsi Sekjen DPR Indra

FAI menekan KPK agar segera menahan Sekjen DPR Indra Iskandar dan enam tersangka lainnya dalam kasus korupsi Sekjen DPR Indra terkait pengadaan furnitur rumah jabatan DPR tahun anggaran 2020.

Dhani yang juga merupakan Koordinator Nasional Poros Muda NU ini menilai publik sudah jenuh dengan alasan teknis yang terus menunda proses hukum terhadap pejabat tinggi parlemen.

“KPK jangan bersembunyi di balik istilah administratif. Publik butuh tindakan nyata. Jika KPK ragu menahan tersangka kasus korupsi, itu artinya mereka sedang mengkhianati mandat rakyat untuk memberantas korupsi,” tegasnya. 

Proyek Miliaran, Integritas Nol

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekjen DPR Indra Iskandar ini bermula dari pengadaan sarana perlengkapan rumah jabatan anggota DPR di kompleks Ulujami dan Kalibata.

Nilai proyek mencapai Rp121,4 miliar dan diduga dikorupsi lewat mark up harga furnitur—dari kursi, lemari, meja makan, hingga perabot ruang tamu.


KPK sudah menetapkan tujuh tersangka, termasuk Indra Iskandar sebagai pengguna anggaran, namun belum satu pun ditahan.

“Ini bukan sekadar proyek meja dan kursi. Ini pameran kemewahan pejabat yang hidup di atas penderitaan rakyat. Mereka duduk di kursi empuk hasil uang negara, sementara rakyat tak punya tempat duduk di ruang keadilan,” ujar Dhani dengan nada tajam.

Audit Lambat, Hukum Disandera

Ketua KPK Setyo Budiyanto berdalih penahanan belum bisa dilakukan karena masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP.


Namun bagi FAI, penundaan itu justru memperlihatkan lemahnya keberanian lembaga antirasuah dalam menghadapi kekuasaan politik di Senayan.

“Selalu begitu: tunggu audit, tunggu data, tunggu waktu. Padahal yang ditunggu-tunggu rakyat adalah keadilan. Kalau maling sandal bisa langsung dipenjara, kenapa pejabat di DPR dibiarkan bebas?” sindirnya.

FAI: Jangan Hanya Umumkan, Tindak Sekalian

FAI menilai langkah KPK yang sudah membuka nama tujuh orang yang masuk daftar di cegah ke luar negeri hanyalah langkah awal, bukan penyelesaian. Publik, kata Ramadhan, tidak butuh daftar nama—mereka menunggu tindakan nyata.


KPK telah mengumumkan tujuh orang yang dicegah ke luar negeri, di antaranya Indra Iskandar, Hiphi Hidupati, Tanti Nugroho, Juanda Hasurungan Sidabutar, Kibun Roni, Andrias Catur Prasetya, dan Edwin Budiman. Namun hingga kini, belum ada satu pun yang ditahan.

“KPK sudah berani buka nama, sekarang buktikan keberanian itu dengan menahan mereka. Jangan cuma gagah di konferensi pers, tapi ciut di depan meja kekuasaan,” tutup Dhani. ***