Trump Dorong Kesepakatan Damai Kongo–Rwanda Demi Akses Mineral

Pertemuan Trump dengan para pemimpin Kongo dan Rwanda menghadirkan kesepakatan damai baru, namun motif AS atas akses mineral Afrika disorot publik.
Pertemuan Trump dengan Presiden Kongo dan Rwanda terkait kesepakatan damai 2025.
Pertemuan Trump–Tshisekedi–Kagame memicu kritik publik setelah AS menekankan akses mineral sebagai bagian dari paket perdamaian.

LENTERAMERAH – Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan Presiden Republik Demokratik Kongo (DRC) Félix Tshisekedi dan Presiden Rwanda Paul Kagame pada 4 Desember 2025 kembali membuka babak baru upaya mencapai damai Kongo Rwanda. Kesepakatan yang difasilitasi Washington tersebut diumumkan sebagai terobosan diplomatik, namun kontroversi mencuat setelah Trump secara terbuka menegaskan motif ekonomi di balik paket perdamaian itu.

Dalam pernyataannya, Trump mengatakan bahwa kerja sama baru ini akan memberi peluang besar bagi perusahaan-perusahaan Amerika. Ia secara gamblang menyatakan: “We are going to get a lot of minerals from this deal.” Pernyataan itu kemudian berkembang menjadi fokus kritik, terutama dari masyarakat Afrika yang menilai AS menempatkan kepentingan mineral di atas penyelesaian konflik.

Diplomasi 2025 ini menandai kembalinya AS dalam proses mediasi kawasan setelah upaya serupa pada 2023 dinilai gagal. Sejumlah analis menilai pendekatan saat ini lebih terbuka mengenai prioritas ekonomi Washington. Seperti disebutkan dalam laporan awal pascapertemuan, “The same country, now led by Donald Trump, is back with a clandestine peace package. Only this time, all masks are off.”

Motif Mineral di Balik Diplomasi: Cobalt dan Coltan Jadi Taruhan Besar

Kongo memasok lebih dari 70 persen pasokan cobalt dunia—mineral utama untuk baterai kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan. Selain itu, wilayah timur Kongo menjadi salah satu sumber coltan terbesar. Sumber daya inilah yang membuat kawasan perbatasan DRC–Rwanda selama bertahun-tahun menjadi pusat tarik-menarik kepentingan global.

Washington disebut berupaya membuka ruang lebih besar bagi perusahaan AS untuk masuk ke pasar mineral strategis, terutama untuk mengimbangi dominasi China dalam industri penyulingan dan pengolahan cobalt. Pernyataan Trump bahwa “everybody’s going to make a lot of money” dinilai menunjukkan arah jelas kebijakan AS di Afrika.

Meski begitu, sejumlah pengamat memperingatkan bahwa motif ekonomi tidak boleh mengesampingkan realitas konflik yang terus berlangsung. Beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan, bentrokan kembali terjadi antara kelompok bersenjata M23 dan pasukan lokal di wilayah sekitar Goma. Hal itu menegaskan bahwa keberlanjutan perdamaian tidak dapat hanya bertumpu pada kesepakatan elite politik di meja perundingan.

Perdamaian Semu Demi Mineral

Di berbagai platform media sosial, respons publik terhadap pernyataan Trump cenderung kritis. Banyak yang menilai kesepakatan ini sebagai perluasan pola historis eksploitasi terhadap Kongo, yang selama puluhan tahun menjadi lokasi perebutan sumber daya oleh kekuatan asing.

Sejumlah komentar menyoroti bahwa keberhasilan proses perdamaian akan diukur bukan oleh seberapa besar mineral keluar dari Kongo, tetapi sejauh mana warga setempat merasakan perbaikan keamanan dan kondisi sosial. Di sisi lain, pemerintah Rwanda dan DRC tetap menyatakan komitmennya terhadap proses yang dimediasi AS tersebut. ***