LENTERAMERAH – Praktik menyajikan kopi tua di Jepang tidak dapat dilepaskan dari konsep omotenashi, filosofi pelayanan yang menekankan ketulusan, perhatian pada detail, dan pengalaman menyeluruh bagi tamu. Dalam konteks ini, kopi tidak semata diperlakukan sebagai minuman, melainkan sebagai medium interaksi antara peracik dan penikmatnya.
Di kafe The Münch, Osaka, kopi tua disajikan dengan pendekatan yang sarat makna simbolik. Proses seduh dilakukan perlahan, nyaris tanpa dialog, seolah memberi ruang bagi waktu dan kesunyian. Ritual ini mencerminkan omotenashi Jepang, di mana setiap gestur dipikirkan sebagai bagian dari penghormatan kepada tamu.
Kopi tua omotenashi Jepang ini disimpan selama puluhan tahun dalam barrel wiski Amerika. Secara tradisional, metode aging dipercaya dapat menambahkan karakter rasa tertentu, seperti nuansa kayu, vanila, atau aroma lembut dari tong ek. Keyakinan ini banyak ditemukan dalam budaya minuman beralkohol, seperti wiski dan anggur, yang kemudian diadaptasi ke dunia kopi.
Namun, pendekatan kultural ini bertemu dengan pandangan ilmiah yang berbeda. Sejumlah penelitian dalam bidang ilmu pangan menunjukkan bahwa kopi cenderung mengalami degradasi rasa seiring waktu. Senyawa volatil yang membentuk aroma kopi dapat menguap, sementara oksidasi berpotensi menghasilkan rasa datar atau tidak segar.
Perdebatan inilah yang membuat kopi tua omotenashi Jepang menarik perhatian publik. Di satu sisi, ada nilai pengalaman yang tidak dapat diukur oleh parameter rasa semata. Di sisi lain, ada logika ilmiah yang menempatkan kesegaran sebagai kunci kualitas kopi. Dua sudut pandang ini tidak selalu bertentangan, melainkan berbicara dalam bahasa yang berbeda.
Reaksi warganet terhadap praktik kopi tua ini pun beragam. Sebagian menanggapinya sebagai bentuk dedikasi ekstrem terhadap tradisi dan kesabaran. Sebagian lain merespons dengan humor dan skeptisisme, mempertanyakan apakah kopi yang disimpan selama puluhan tahun masih layak diminum dari sudut pandang rasa.
Fenomena ini mencerminkan kecenderungan budaya Jepang dalam mengangkat pengalaman di atas utilitas. Dalam omotenashi, kepuasan tamu tidak selalu diukur dari hasil akhir, tetapi dari proses dan niat di baliknya. Kopi tua menjadi simbol hubungan antara waktu, manusia, dan perhatian terhadap detail.
Di tengah budaya kopi global yang menekankan kecepatan dan konsistensi rasa, kopi tua omotenashi Jepang berdiri sebagai pengecualian. Ia tidak menawarkan jawaban pasti tentang rasa terbaik, melainkan menghadirkan ruang dialog antara tradisi dan sains dalam secangkir kopi. ***




