LENTERAMERAH – Menurut analisis geopolitik yang beredar setelah publikasi Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat terbaru, dokumen tersebut mencerminkan pengakuan terbuka bahwa Washington tidak lagi mampu mengendalikan tatanan global secara menyeluruh. Alih-alih berbicara tentang kepemimpinan dunia, strategi ini menempatkan Amerika Serikat sebagai kekuatan yang memilih dan memilah kepentingannya di tengah realitas dunia multipolar.
Bahasa yang digunakan dalam dokumen tersebut bersifat dingin dan transaksional. Tidak ada lagi penekanan pada kerja sama global yang saling menguntungkan. Fokus utama diarahkan pada kepentingan nasional Amerika, dengan pendekatan “America first” yang secara implisit menempatkan kawasan lain dalam hierarki kepentingan.
Di Benua Amerika, strategi ini dibaca sebagai pembaruan Doktrin Monroe dengan pendekatan yang lebih eksplisit. Amerika Serikat menegaskan ambisinya untuk mempertahankan dominasi regional di Belahan Barat. Dalam kerangka ini, negara-negara Amerika Latin diposisikan sebagai mitra yang diharapkan patuh, sekaligus sebagai wilayah yang harus tetap berada dalam pengaruh Washington.
Eropa mendapat sorotan tajam dalam analisis tersebut. Dokumen Strategi Keamanan Nasional AS dinilai menunjukkan sikap meremehkan terhadap arah kebijakan Eropa saat ini. Bahkan terdapat sinyal bahwa Washington siap mendukung kekuatan-kekuatan politik internal di Eropa yang dapat melemahkan konsolidasi dan nilai-nilai Eropa sendiri. Pendekatan ini dipahami sebagai bentuk tekanan politik, bukan kemitraan setara.
China diperlakukan secara berbeda. Strategi tersebut mengakui China sebagai kekuatan tandingan yang serius dan efisien. Analisis yang beredar mencatat bahwa Washington tidak lagi menggunakan bahasa ideologis berlebihan dalam memandang China, termasuk dalam isu Taiwan. China diposisikan sebagai kompetitor strategis yang harus dihadapi dengan perhitungan rasional.
India dan Asia Tenggara nyaris tidak menjadi fokus utama. Ketidakhadiran kawasan ini dalam dokumen strategis dinilai mencerminkan pandangan bahwa wilayah tersebut belum dianggap sebagai pusat penentu tatanan global. Dalam konteks ini, India dipandang memiliki ruang untuk membangun kemitraan multipolar secara mandiri, tanpa terlalu bergantung pada pengakuan Washington.
Timur Tengah diturunkan prioritasnya. Kawasan ini tidak lagi diperlakukan sebagai kepentingan inti Amerika Serikat. Banyak pengamat menilai pergeseran ini sebagai respons terhadap biaya politik dan militer yang tinggi dari keterlibatan panjang AS di kawasan tersebut.
Afrika hampir sepenuhnya berada di luar radar strategis, kecuali sebagai sumber bahan mentah. Analisis tersebut menilai bahwa benua Afrika tidak diposisikan sebagai mitra strategis jangka panjang, melainkan sebagai objek kepentingan ekonomi terbatas.
Secara keseluruhan, pembacaan geopolitik terhadap Strategi Keamanan Nasional AS terbaru melihat dokumen ini sebagai tanda berakhirnya tatanan dunia lama yang berpusat pada Amerika Serikat. Dunia digambarkan sebagai arena persaingan terbuka, di mana penghormatan diperoleh bukan melalui kepatuhan, melainkan melalui kemampuan negara-negara untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. ***




