Presiden Harus Evaluasi 8 Menteri Provokator yang Sengsarakan Rakyat

Evaluasi menteri provokator dinilai mendesak. Aktivis sebut delapan menteri bermasalah hambat asta cita dan bikin rakyat kehilangan kepercayaan.
FAI menilai evaluasi DPR tidak cukup. Presiden diminta copot menteri provokator yang kinerjanya buruk dan bikin rakyat menderita.

LENTERAMERAH – Selain sorotan atas tunjangan anggota DPR yang menyebabkan aksi massa berhari-hari dan menimbulkan korban jiwa, elemen masyarakat menyebut evaluasi menteri provokator mendesak dilakukan karena berkinerja buruk dan pernyataannya menyengsarakan masyarakat. 

“Ini kita tidak boleh lupa, selain DPR, di kabinet juga banyak menteri yang kinerjanya buruk dan membuat rakyat menderita. Evaluasi menteri provokator!” ujar presidium Forum Aktivis Indonesia (FAI) Ramadhan Isa, Rabu (3/9) pada media.

Aktivis yang akrab disapa Dhani ini membeberkan sejumlah nama menteri yang menurutnya mulai dari kebijakan dan sikapnya tidak mencerminkan pejabat publik, pertama Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

“Dia bendahara negara, yang paham apa dampak tunjangan anggota DPR dan bagaimana sesungguhnya kas kita. Dia patut diduga tidak memberikan masukan sesungguhnya pada presiden atas kondisi keuangan, sehingga Indonesia sebentar lagi memasuki krisis fiskal,” ujarnya. “Tak hanya itu, berbagai kebijakan Sri Mulyani terkait pajak juga membuat beban masyarakat -yang saat ini terjerat kemiskinan dan pengangguran- semakin berat.”

Kedua, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, “ditengah perjuangan hidup masyarakat karena berbagai harga naik dan uang sulit dicari, menteri Amran membandingkan harga beras di Indonesia dengan di Jepang. Ia menasehati masyarakat agar tak perlu kuatir karena harga di Jepang lebih mahal. Ini logikanya bagaimana?,” kata Dhani. ia menambahkan, seharusnya menteri Amran tahu kondisi ekonomi kedua negara berbeda.

Ketiga, menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, “tuduhan dirinya dikaitkan dengan judol membuat wibawa pemerintahan merosot.”

Keempat, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, “infrastruktur pendamping desa diporakporandakan, sehingga pembangunan desa seperti daerah tertinggal. Padahal desa menjadi tulang punggung ekonomi.”

Kelima, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. “Tugasnya vital, tapi kinerjanya nol. Mafia migas malah seperti dipelihara oleh negara, bukannya diberantas.”

Keenam, Menteri Komdigi Meutya Hafid, “tidak mampu menjaga keamanan data digital dan dijuluki ratu blokir.”

Ketujuh, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. “Lapangan kerja tak juga tercipta, malah pengangguran semakin massif dan kementeriannya penyebab biaya sertifikasi K3 mahal.”

Dan kedelapan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. “Pernyataan-pernyataannya sering bertabrakan dengan realita sosial, diantaranya yang bergaji Rp15 juta perbulan lebih sehat.”

Menurutnya, evaluasi DPR saja tidak cukup untuk membereskan Indonesia, “tapi harus menyentuh menteri-menteri bermasalah dan berkinerja buruk.”

Dhani menambahkan selama hampir setahun pemerintahan presiden Prabowo, capaian asta cita terhambat oleh menteri menteri yang tidak dapat bekerja optimal, “makanya tak heran jika persoalan republik ini seolah menggunung dan bertambah.”

Menurutnya peristiwa aksi massa selama minggu terakhir Agustus merupakan peringatan dari masyarakat yang tidak puas dengan langkah pemerintah yang menteri menterinya tidak peka dengan realita sosial. “Copot mereka, hanya itu satu satunya jalan agar masyarakat kembali mempercayai pemerintah,”tandasnya. ***