LENTERAMERAH – Jarang ada perempuan yang berani turun ke hutan, memantau pekerjaan tambang, sekaligus duduk di meja politik dan juga organisasi. Namun itulah yang dijalani Sucianti Suaib Saenong, perempuan pengusaha dan juga politisi asal Bau Bau, Sulawesi Tenggara.
Titik Balik Pandemi
Saat ditemui Lenteramerah.com, Kamis (25/9), perempuan yang akrab disapa Suci ini menceritakan pengalamannya berjuang hidup semasa pandemi.
Pandemi menjadi masa paling berat dalam perjalanan hidupnya. Usaha yang ia bangun dari fashion, kuliner, hingga baby spa harus tutup. Bahkan ia sempat terbelit utang yang cukup besar.
Namun ia tidak patah arang. “Saat saya ditekan, kehidupan saya justru malah semakin naik,” ujarnya. Jika dianalogikan, hidup Sucianti Suaib Saenong layaknya hukum fisika —tepatnya Hukum Archimedes— semakin besar tekanan ke bawah, semakin kuat daya dorong ke atas. Tekanan utang, kegagalan usaha, dan kerasnya pandemi pernah menghimpitnya. Namun justru dari situ lahir daya bangkit yang mendorongnya masuk ke sektor yang lebih menantang.
Perempuan di Dunia Maskulin
Ia lalu memilih jalan baru: pertambangan. Berbekal koneksi dari HIPMI dan peluang program pemerintah, ia melangkah ke sektor yang dikenal keras dan maskulin.
Banyak yang meragukan keputusannya. Tapi justru di situlah jalan terbuka. Identitas sebagai putri daerah Sulawesi Tenggara membuatnya diterima, bahkan dipercaya mengelola proyek tambang. “Kalau saya bukan anak daerah, orang pasti bertanya, siapa dia?” ujarnya.
Padahal pertambangan identik dengan dunia laki-laki, namun Sucianti membuktikan perempuan pun bisa menguasai sektor strategis. Didikan sejak kecil dengan tiga adik laki-laki membuatnya terbiasa menghadapi logika dan gaya pikir pria.
“Saya lebih nyaman berdiskusi dengan laki-laki, karena mereka lurus dan fokus pada bisnis,” katanya. Bagi Sucianti, kuncinya adalah tegas, tidak baper dan menjaga prinsip.
Politik dan Organisasi
Kesempatan berikutnya kemudian datang dari dunia politik. Sucianti aktif di Partai Golkar dan sempat menjadi bagian dari tim kampanye nasional Prabowo-Gibran, bahkan ia juga sempat maju sebagai caleg dari kota kelahirannya.
Ia tidak menampik bahwa politik sering dipandang penuh intrik, namun baginya politik adalah alat untuk membangun daerah. “Kalau semua orang baik menjauh, yang tersisa justru orang-orang yang tidak baik. Saya memilih terlibat karena ingin ada suara lokal yang benar-benar memperjuangkan daerah,” ujarnya.
Selain politik, Sucianti juga aktif dalam organisasi. Saat memimpin HIPMI Sultra, ia harus berperan sebagai leader, menciptakan program dan membangun kader pengusaha baru. “Kalau baru lulus kuliah dan mengharapkan menjadi pegawai daerah, berapa banyak alokasinya? Makanya saya mendorong agar banyak yang menjadi pengusaha,” tandasnya. ***