LENTERAMERAH – Memiliki integritas di jalan politik bagi Nurhayati Ali Assegaf tidak dimulai dari ruang kekuasaan, melainkan dari kepedulian sosial. Sebelum masuk DPR dari partai Demokrat, ia merupakan aktivis yang mengurus anak-anak jalanan lewat Jakarta International Association for Volunteer Work.
Dari sana ia menemukan fakta pahit: banyak kebijakan sosial yang bertabrakan dengan realita.
“Kami ingin anak-anak jalanan yang sudah parah direhabilitasi, tapi masuk rumah sosial saja masih harus bayar. Bagaimana mungkin? Dari situlah saya sadar, untuk mengubah sistem saya harus masuk ke politik,” kata Nurhayati, saat berbincang dengan lenteramerah.com beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Dari Aktivis ke Parlemen
Kesadaran itu mendorongnya masuk DPR pada 2004 (selama 3 periode, mulai dari 2004 hingga 2014). Bagi Nurhayati, politik bukan sekadar jabatan, melainkan jalan untuk menciptakan kebijakan yang lebih adil.
Ia menolak pandangan bahwa kursi legislatif hanya soal posisi atau prestise. “Saya bukan sekadar ingin menjadi anggota DPR dengan embel-embelnya. Saya punya tujuan,” ujarnya.
Nurhayati meyakini bahwa kesempatan politik bukan sekadar ditunggu, tapi bisa diciptakan dengan kesiapan. “Kalau jump to opportunity itu banyak saingan. Tapi kalau kita yang menciptakan opportunity, itu berbeda,” ucapnya.
Menolak Politik Uang
Selama menjabat, ia tidak luput dari godaan amplop politik. Namun prinsipnya tegas: harga diri tidak bisa dibeli. “Berapapun yang kamu taruh, yang kamu beli adalah harga diri saya. Dan saya tidak jual harga diri saya,” tegas Nurhayati.
Ia mengingatkan bahwa gaji anggota DPR halal hanya jika kewajiban terhadap rakyat dijalankan. Jika tidak, uang itu justru menjadi haram. Prinsip ini ia pegang sebagai tameng menghadapi berbagai godaan yang datang silih berganti.
Integritas Jalan Politik Nurhayati
Bagi Nurhayati, jabatan politik hanyalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Ia menolak larut dalam power syndrome. Selama memimpin fraksi, ia menolak fasilitas berlebihan dan hanya memakai satu ajudan perempuan.
“Kalau kita sudah memagari diri sejak awal, kita akan terjebak. Banyak orang lupa, tapi saya selalu pegang prinsip ojo dumeh: jangan mentang-mentang,” tuturnya.
Kembali ke Akar
Baginya, politik adalah ujian. Ia percaya tanggung jawab bukan hanya kepada rakyat, tapi juga kepada Tuhan. Dengan integritas sebagai pegangan, jalan politik Nurhayati tetap bersih dari kompromi.
Meski pun saat ini dirinya telah menjauh dari pusaran politik, ia tetap menjalankan aktivitasnya melalui pendidikan dan pemberdayaan perempuan. Agar lebih banyak perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin dan masuk dalam dunia politik dan bisnis. ***