Nurhayati Assegaf dan Nuraa Women Institute, Perjalanan Selanjutnya Pasca dari DPR

Dari Senayan ke Nuraa Women Institute, Nurhayati Ali Assegaf menorehkan jejak yang tak sekadar perjalanan politik, juga perjuangan untuk perempuan.
Nurhayati Ali Assegaf berbicara tentang lahirnya Nura Women Institute sebagai wadah perjuangan baru pasca dari DPR.
Nurhayati Assegaf meninggalkan kursi DPR, namun kiprahnya berlanjut lewat Nura Women Institute—sebuah langkah yang menjadi jejak lebih bermakna.

LENTERAMERAH Setelah tiga periode duduk di DPR sebagai anggota partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf membuat keputusan mengejutkan pada Pemilu 2019. Di saat banyak politisi berjuang keras mempertahankan kursi, ia justru memilih mundur. 

“Saat itu banyak petugas KPPS meninggal. Saya bilang cukup, saya tidak mau melanjutkan lagi,” ujarnya saat berbincang dengan lenteramerah.com belum lama ini di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan.

Keputusan Meninggalkan Parlemen

Keputusan itu ia ambil bahkan ketika penghitungan suara masih berjalan. Publik menilai langkah tersebut langka, karena jarang politisi rela melepas jabatan yang sudah di depan mata. 

Baginya kursi DPR bukanlah tujuan akhir. “Buat saya, cukup sampai di situ. Kursi bukan segalanya. Yang penting adalah makna perjuangan,” katanya.

Sikap ini menegaskan konsistensi dirinya bahwa politik hanyalah salah satu sarana perjuangan, bukan sumber identitas diri. Ia berusaha tidak terjebak dalam siklus ambisi yang sering membuat politisi lupa alasan awal mereka masuk ke dunia politik.

Inspirasi dari Sosok Bu Ani dan SBY

Nurhayati juga merefleksikan kedekatannya dengan keluarga Yudhoyono. Sejak masa kampanye, ia melihat langsung peran almarhumah Ani Yudhoyono dalam mendampingi suami. 

“Kopi Pak SBY itu tidak dibuat pembantu, tapi Bu Ani sendiri. Baju kerja pak SBY pun beliau yang siapkan,” kenangnya.

Menurut Nurhayati, pengaruh seorang istri pada suami adalah hal manusiawi, namun tidak berarti ikut mengatur politik. 

“Kalau dibilang Bu Ani mengatur, sama sekali tidak. Justru beliau menunjukkan totalitas sebagai ibu rumah tangga,” ucapnya. Dari sosok Ani, ia belajar dedikasi dan kesetiaan.

Nura Women Institute sebagai Warisan

Usai meninggalkan Senayan, Nurhayati tidak berhenti. Ia mendirikan Nuraa Women Institute sebagai wadah baru untuk melanjutkan misi pemberdayaan. 

Institusi ini berfokus pada pendidikan politik, advokasi kesetaraan, hingga mengasah kepemimpinan perempuan. “Saya ingin perjuangan perempuan tidak berhenti di parlemen. Nuraa Women Institute adalah rumah untuk melanjutkan misi itu,” tegasnya.

Dengan lembaga ini, Nurhayati ingin perempuan muda menyadari bahwa perjuangan tidak melulu soal kuota di parlemen, tetapi juga menciptakan ruang bagi diri sendiri dan komunitasnya. Politik bisa meninggalkan seseorang, tetapi perjuangan harus terus hidup.

Warisan Perjuangan

Baginya meninggalkan DPR bukan akhir perjalanan. Dengan Nuraa Women Institute, ia menunjukkan bahwa warisan perjuangan bisa melampaui politik praktis, meninggalkan pesan bahwa kiprah perempuan tak berhenti meski kursi parlemen ditinggalkan. ***