Konflik Bersenjata di Kongo dan Rwanda Tetap Berlanjut Meski AS Umumkan Paket Damai Baru

Meski AS memediasi paket damai baru, konflik bersenjata di Kongo dan Rwanda tetap berlanjut dan memicu keraguan publik mengenai efektivitas kesepakatan.
Konflik bersenjata di Kongo dan Rwanda tetap berlanjut meski AS mengumumkan paket damai baru, memicu kritik atas motif mineral di balik kesepakatan.
Konflik bersenjata di Kongo dan Rwanda tetap berlanjut meski AS mengumumkan paket damai baru, memicu kritik atas motif mineral di balik kesepakatan.

LENTERAMERAH – Upaya Amerika Serikat mendorong penyelesaian konflik bersenjata di Kongo dan Rwanda kembali menjadi sorotan setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden DRC Félix Tshisekedi dan Presiden Rwanda Paul Kagame pada 4 Desember 2025. Pertemuan tersebut menghasilkan paket perdamaian baru yang diklaim sebagai terobosan diplomasi kawasan. Namun, sejumlah analis menilai isi kesepakatan itu tidak lepas dari kepentingan akses mineral strategis.

Dalam pernyataan resminya, Trump mengatakan, “We are going to get a lot of minerals from this deal.” Kalimat tersebut memicu kritik dan kecurigaan terkait prioritas AS dalam situasi yang masih diwarnai kekerasan. Sejumlah pihak juga mengingatkan bahwa AS sebelumnya pernah memfasilitasi perjanjian serupa pada 2023, namun tidak berhasil menghentikan bentrokan di lapangan.
“The same country, now led by Donald Trump, is back with a clandestine peace package. Only this time, all masks are off,” demikian analisis yang berkembang pascapertemuan.

Akar Konflik Masih Mengendap Sejak 1994

Kegagalan memahami akar konflik menjadi salah satu alasan mengapa kekerasan di wilayah timur Kongo terus berulang. Setelah genosida Rwanda 1994, gelombang pengungsi Hutu masuk ke Kongo dan sebagian membentuk kelompok bersenjata seperti FDLR. Di sisi lain, muncul kelompok yang didukung Rwanda, termasuk M23, yang turut memperebutkan wilayah kaya mineral.

Sejarah panjang ini membuat konflik tidak hanya berbasis identitas, tetapi juga ekonomi wilayah. Kongo memiliki cadangan cobalt dan coltan dalam jumlah besar, menjadikannya salah satu kawasan paling diperebutkan di Afrika. Inilah sebabnya stabilitas keamanan di perbatasan DRC–Rwanda kerap bergantung pada dinamika regional dan kepentingan global.

Bentrokan Terbaru Muncul Beberapa Jam Setelah Penandatanganan

Hanya beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan, bentrokan pecah kembali di dekat Goma antara kelompok M23 dan satuan militer lokal. Kondisi itu menunjukkan bahwa kesepakatan politik belum mampu menghentikan eskalasi di lapangan. Pejabat keamanan lokal menyebut pertempuran tersebut sebagai “konfirmasi bahwa situasi belum berubah secara nyata.”

Sejumlah pengamat menilai bahwa tanpa pendekatan menyeluruh—yang mencakup demobilisasi milisi, rekonsiliasi lintas negara, dan perbaikan tata kelola ekonomi mineral—peta konflik tidak akan mengalami perubahan signifikan.

Skeptisisme Regional Meningkat

Di media sosial Afrika Timur, banyak pengguna menyampaikan keraguan terhadap paket perdamaian ini. Beberapa menyebut kesepakatan tersebut sebagai “jalan masuk baru bagi kepentingan Amerika,” sementara yang lain menilai elite politik regional terlalu cepat menerima paket yang menempatkan sumber daya alam sebagai imbalan.

Walaupun pemerintah Rwanda dan Kongo menyatakan optimisme, publik mempertanyakan apakah kesepakatan ini benar-benar dimaksudkan untuk menghentikan kekerasan atau sekadar membuka jalur investasi baru bagi perusahaan asing. ***