Kopi Berusia 30 Tahun di Jepang Disajikan Seharga Rp10 Juta

Sebuah kafe di Osaka menyajikan kopi 30 tahun Jepang yang disimpan dalam barrel wiski Amerika sejak 1976.
Kopi 30 tahun Jepang diseduh di kafe The Münch Osaka dengan metode ritual.
Pemilik The Münch café di Osaka menyeduh kopi 30 tahun Jepang yang disimpan dalam barrel wiski.

LENTERAMERAH – Sebuah kafe kecil di Osaka mendadak viral setelah menampilkan sajian kopi yang nyaris tak masuk akal bagi penikmat kopi modern. Di The Münch café, pengunjung dapat memesan kopi 30 tahun Jepang yang disimpan sejak 1976 dan disajikan dengan harga 100.000 yen, atau setara sekitar Rp10 juta per cangkir.

Kafe ini dikelola oleh Tanaka, pemilik sekaligus peracik kopi yang telah mengembangkan metode penyimpanan biji kopi di dalam barrel wiski Amerika selama puluhan tahun. Praktik ini dilakukan jauh sebelum tren specialty coffee berkembang seperti sekarang, menjadikan The Münch sebagai anomali dalam peta budaya kopi Jepang.

Biji kopi tersebut disimpan dalam tong kayu ek bekas wiski, sebuah metode yang diyakini dapat memberikan karakter rasa tambahan dari kayu dan sisa aroma alkohol. Barrel-barrel itu dibiarkan tertutup selama puluhan tahun, hingga kopi tersebut dianggap “matang” untuk disajikan kepada pelanggan tertentu.

Proses penyajian kopi 30 tahun Jepang di The Münch bukan sekadar aktivitas minum kopi. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan Tanaka menyeduh kopi dengan metode pour-over secara perlahan, hampir menyerupai ritual. Setiap gerakan dilakukan dengan tenang, terukur, dan penuh perhatian, seolah menekankan bahwa pengalaman sama pentingnya dengan minuman itu sendiri.

Kopi tersebut tidak disajikan untuk konsumsi massal. Jumlahnya sangat terbatas, dan tidak semua pengunjung dapat memesannya. Harga tinggi dan proses panjang menjadi bagian dari narasi eksklusivitas yang melekat pada sajian ini, sekaligus menjadikannya daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan pencari pengalaman unik.

Fenomena kopi 30 tahun Jepang ini dengan cepat memicu reaksi beragam di media sosial. Sebagian pengguna terpukau oleh dedikasi dan konsistensi tradisi yang dijaga selama puluhan tahun. Namun, tidak sedikit pula yang merespons dengan nada skeptis dan humor, mempertanyakan bagaimana rasa kopi yang disimpan selama tiga dekade.

Meski demikian, daya tarik utama The Münch tidak semata terletak pada rasa kopi. Kafe ini menawarkan pengalaman yang memadukan tradisi, waktu, dan cerita personal sang pemilik. Dalam konteks budaya Jepang, pendekatan ini sejalan dengan penghargaan terhadap proses panjang dan kesabaran.

Di tengah maraknya kopi instan dan specialty coffee modern, kopi 30 tahun Jepang di Osaka menghadirkan kontras yang mencolok. Ia berdiri sebagai artefak budaya, bukan sekadar minuman, yang mengundang rasa ingin tahu sekaligus perdebatan di kalangan penikmat kopi. ***