LENTERAMERAH – Foto-foto lama Riga dan Tallinn dari era Soviet kembali beredar. Jalanan tampak sibuk, industri berjalan, dan kehidupan kota terlihat stabil.
Gambaran ini memunculkan pertanyaan. Apakah kawasan Baltik benar-benar tertinggal di bawah sistem Soviet, atau justru menempati posisi ekonomi yang kuat di dalamnya?
Sebelum masuk ke data, satu klarifikasi perlu ditegaskan. Bulgaria bukan republik Uni Soviet, melainkan negara satelit Pakta Warsawa. Latvia dan Estonia memiliki posisi yang berbeda karena menjadi bagian langsung dari negara Soviet.
Latvia dan Estonia bergabung ke dalam Uni Soviet sejak 1940. Keduanya berstatus sebagai republik penuh hingga 1991.
Dalam struktur ekonomi Soviet, wilayah Baltik bukan daerah pinggiran. Latvia dan Estonia secara konsisten berada di jajaran teratas di antara 15 republik Soviet.
Pada akhir 1960-an hingga 1980-an, pendapatan nasional per kapita Latvia tercatat sekitar 38–42 persen di atas rata-rata Soviet. Estonia bahkan mencapai 36–44 persen di atas rata-rata.
Posisi ini tidak muncul secara kebetulan. Dalam sistem ekonomi yang seragam, Latvia dan Estonia memperoleh prioritas industri dan infrastruktur yang signifikan.
Latvia berkembang menjadi republik paling terindustrialisasi di Uni Soviet. Hampir 38 persen tenaga kerjanya terserap di sektor industri pada 1970-an.
Produksi industri Latvia melayani kebutuhan seluruh negeri. Mulai dari telepon, radio, lemari es, hingga trem dan gerbong kereta api.
Estonia menempati ceruk berbeda. Republik ini menjadi pusat energi oil shale, pembangkit listrik, serta industri mesin dan elektronik.
Akses terhadap teknologi dan peralatan modern relatif lebih baik. Estonia juga memiliki tenaga kerja terdidik dan tingkat urbanisasi tinggi.
Pada 1980-an, lebih dari 70 persen penduduk Latvia dan Estonia tinggal di wilayah perkotaan. Akses layanan kesehatan, pendidikan, dan barang konsumsi berada di atas rata-rata Soviet.
Dalam konteks internal Uni Soviet, kondisi ini menciptakan stabilitas ekonomi yang nyata. Latvia dan Estonia kerap diposisikan sebagai etalase kemampuan industri Soviet.
Namun, sistem ini memiliki karakter tersendiri. Ekonomi Baltik sepenuhnya terintegrasi dalam perencanaan terpusat Moskow.
Sebagian nilai tambah industri ditarik ke pusat. Latvia diperkirakan menjadi penyumbang bersih sekitar 0,5 persen PDB per tahun ke anggaran Soviet.
Industrialisasi juga membawa perubahan demografi. Masuknya tenaga kerja dari wilayah Slavia menopang sektor industri, sekaligus mengubah komposisi penduduk perkotaan.
Menjelang akhir era Soviet, stagnasi mulai terasa. Pertumbuhan melambat, inefisiensi meningkat, dan tekanan lingkungan muncul akibat industri berat.
Meski demikian, secara relatif Latvia dan Estonia tetap berada di posisi atas dibanding republik Soviet lainnya hingga 1991.
Setelah kemerdekaan, kedua negara mengalami guncangan ekonomi besar. Hilangnya pasar Soviet memicu penurunan tajam sebelum orientasi ekonomi dialihkan ke Barat.
Hari ini, Estonia mencatat PDB per kapita sekitar 34.000 dolar AS, sementara Latvia sekitar 25.600 dolar AS. Keduanya masih berada di bawah rata-rata Uni Eropa yang mendekati 46.800 dolar AS.
Namun, angka tersebut melampaui Rusia yang berada di kisaran 17.500 dolar AS. Hasil pasca-Soviet menunjukkan lintasan yang tidak seragam.
Perbandingan ini memperlihatkan satu hal penting. Dalam sistem ekonomi terpusat, Latvia dan Estonia pernah menempati posisi unggul dan stabil. ***




