LENTERAMERAH – Bagi Sucianti Suaib Saenong, realitas pahit yang dihadapi banyak lulusan muda di Indonesia harus diakui: sarjana pengangguran semakin menumpuk. Ia menilai mindset mengejar ijazah tanpa bekal keterampilan hanya akan melahirkan generasi yang bingung melangkah setelah lulus.
“Kebanyakan mereka yang penting kejar punya ijazah. Enggak gitu. Akhirnya tercipta banyak pengangguran, sarjana pengangguran. Karena begitu lulus, mereka bingung mau kemana,” ungkapnya.
Pentingnya Skill dan Koneksi
Konsep universitas kehidupan yang digaungkan Sucianti berangkat dari pengalamannya sendiri. Ia percaya kesuksesan bukan hanya hasil dari nilai akademik, tetapi juga keterampilan dan jaringan. “Kesuksesan orang itu bagaimana dengan koneksimu sama sekitarnya. Semakin hebat koneksimu, semakin besar peluangmu,” jelasnya.
Ia mengibaratkan seorang sarjana tanpa koneksi seperti produk bagus tanpa marketing. “Mungkin seperti ini, kita produksi produk. Produk bagus tanpa ada marketing, koneksi, tidak akan bisa terjual dengan bagus,” katanya.
Bagi Sucianti, inilah titik lemah sistem pendidikan yang sering luput membekali mahasiswa dengan kemampuan praktis dan jejaring sosial yang nyata.
Dorongan Merantau dan Membangun Daerah
Selain keterampilan dan koneksi, Sucianti juga menekankan pentingnya keberanian keluar dari zona nyaman. Ia kerap mendorong anak muda untuk merantau, belajar dari pengalaman, lalu kembali membangun daerah.
“Kalau mereka selalu mengeluh keadaan daerah-daerah, ya sudah, keluarlah. Merantaulah. Setelah kalian sukses, kembali bangun daerahmu,” ujarnya.
Menurutnya, bergantung hanya pada lowongan ASN bukan solusi. Kuota terbatas, sementara lulusan baru terus bertambah. “Setiap tahun, katakanlah Sulawesi Tenggara itu memproduksi 10 ribu sarjana. Yang diterima ASN berapa sih? Paling 50 orang, paling banter 100 orang per tahun. Kemana 9 ribunya itu?,” ujarnya.
Universitas Kehidupan Sebagai Bekal
Karena itu, Sucianti yakin universitas kehidupan jauh lebih berharga dari sekadar gelar formal. Dari jatuh bangun bisnis hingga pengalaman membangun koneksi, ia ingin anak muda belajar bahwa kesalahan di usia muda bukan akhir, melainkan bagian dari perjalanan.
“Gak apa-apa gagal sekarang. Gak apa-apa bikin kesalahan sekarang. Tapi belajar supaya nanti kalian bisa sukses,” pesannya. ***