LENTERAMERAH – Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat (Gemarak) menyerahkan surat terbuka ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Kementerian Sosial pada Rabu (28/5).
Surat tersebut memuat penolakan keras terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto. Gemarak menegaskan bahwa langkah tersebut bertentangan dengan semangat reformasi.
Menurut Gemarak, Soeharto bukanlah simbol kepahlawanan, melainkan representasi dari represi negara, otoritarianisme, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Gemarak menyebut langkah pemberian gelar itu sebagai bentuk glorifikasi sejarah kelam bangsa dalam surat yang mereka tujukan kepada Presiden RI dan Dewan Gelar.
Penolakan Karena Jejak Pelanggaran HAM dan KKN
Ketua BPM Fikom UPDM (B), Haikal Saragih, yang mewakili Gemarak, menyatakan bahwa gelar tersebut akan melukai ingatan kolektif bangsa. Ia menekankan bahwa kebijakan simbolik semacam ini bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi memiliki konsekuensi politis yang membahayakan.
“Rezim Orde Baru tidak hanya otoriter, tetapi juga menanamkan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme secara sistematis,” ujar Haikal. Ia mengutip laporan Transparency International tahun 2004 yang menempatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan dugaan kerugian negara mencapai USD 15–35 miliar.
Selain kasus KKN, Gemarak juga menyoroti sederet pelanggaran HAM berat seperti tragedi 1965–1966, operasi Penembakan Misterius (Petrus), pembantaian Talangsari, tragedi Santa Cruz di Timor Leste, hingga penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi menjelang tahun 1998.
Empat Tuntutan Resmi dalam Surat Terbuka
Dalam surat terbuka tersebut, Gemarak menyampaikan empat poin tuntutan utama:
- Menolak secara tegas dan permanen usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
- Menghentikan segala bentuk glorifikasi atau rehabilitasi simbolik terhadap tokoh-tokoh pelanggar HAM.
- Memastikan komitmen negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu secara menyeluruh.
- Mewujudkan pendidikan sejarah yang jujur, adil, dan tidak manipulatif bagi generasi mendatang.
Didukung Puluhan Organisasi Mahasiswa
Surat terbuka ini mendapatkan dukungan luas dari jaringan mahasiswa dan komunitas lintas kampus. Di antaranya adalah BEM UPNVJ, UPNVJ Bergerak, PB IMSU, SEMPRO, KM Moestopo, FAM UNPAM, GMNI UPNVJ, BEM UMJ, BEM Trilogi, BEM YARSI, dan BEM Esa Unggul.
Kelompok lain yang ikut menandatangani adalah PEMBEBASAN, Kolektif Pohon Rindang Unindra, KBM Unindra Mendobrak, Resistance, dan BEM FIPPS Unindra.
Dukungan ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap glorifikasi Soeharto meluas di kalangan mahasiswa. Dengan membawa slogan “Reformasi Dikubur Mati, Milik Siapa Negara Ini?”, Gemarak berharap pemerintah tidak mengkhianati amanat reformasi dan tetap berpihak pada keadilan historis bagi korban Orde Baru. ***