Ruang Tamu Rp 1 M Ketua DPRD Bali, Dewa Jack Dianggap Tak Jalankan Amanah Megawati

Ruang rapat DPRD Bali menjadi sorotan usai muncul anggaran hampir Rp 1 miliar untuk renovasi ruang tamu Ketua DPRD Bali.
Ruang rapat utama DPRD Bali tempat Ketua DPRD Bali dan anggota dewan menggelar pertemuan.
Suasana rapat di ruang utama DPRD Bali. Ketua DPRD Bali dikritik terkait anggaran besar untuk renovasi ruang tamu senilai Rp 1 miliar.

LENTERAMERAH – Publik Bali dikejutkan oleh alokasi dana super jumbo hanya untuk renovasi ruang tamu Ketua DPRD Provinsi Bali Dewa Made Mahayadnya atau Dewa Jack. 

Pada akhir 2024, Sekretariat DPRD Bali menggelontorkan dana Rp 200 juta untuk meningkatkan tampilan ruangan agar tampak lebih mewah dan eksklusif.

Yang lebih mengejutkan, pada tahun ini, kembali dianggarkan proyek lanjutan dengan label “Pemeliharaan Ruang Pimpinan DPRD” yang nilainya melonjak menjadi Rp 800 juta. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa dana publik digunakan secara berlebihan untuk kebutuhan internal.

Kordinator Aktivis Muda NU Bali, Prie Agung, menanggapi tajam rencana anggaran tersebut. Ia menduga adanya indikasi “anggaran ganda”, karena proyek renovasi ruang tamu yang sudah berjalan di 2024 tiba-tiba kembali muncul dalam anggaran tahun berikutnya.

“Ini seperti double anggaran. Tahun 2024 rehab ruang tamu, lalu 2025 muncul lagi anggaran pemeliharaan ruang pimpinan. Padahal ruangnya itu-itu juga!,” tegas Prie Agung, Senin (9/6/2025).

Ia bahkan mendesak Kejaksaan Agung untuk turun tangan melakukan penyelidikan lebih lanjut guna mengungkap kemungkinan praktik korupsi atau mark-up proyek dalam kebijakan anggaran ini.

Tak hanya ruang tamu Ketua DPRD Bali, beberapa fraksi di DPRD Bali pun tercatat mendapat jatah renovasi, dengan total alokasi anggaran Rp 400 juta untuk perbaikan ruang fraksi.

“Kalau memang tujuannya untuk bekerja demi rakyat, ruangan sederhana pun cukup. Tapi ini malah jadi ajang bancakan anggaran untuk sesuatu yang tidak menyentuh kepentingan publik,” lanjut Prie Agung.

Proyek ini memicu kritik di kalangan aktivis yang menilai bahwa dana sebesar itu seharusnya dialokasikan untuk kepentingan yang lebih mendesak bagi masyarakat, bukan sekadar peningkatan fasilitas pejabat.

Prie Agung menyebut proyek ini sebagai pemborosan uang rakyat, yang manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat luas.

“Yang menikmati ya Sekretariat Dewan itu sendiri. Rakyat? Ditinggal meratapi harga beras,” sindirnya tajam. ***