Dokumen Brookings Institution jadi Cetak Biru Serangan AS ke Iran

Dokumen Brookings Institution “Which Path to Persia?” yang isinya identik dengan strategi serangan AS ke Iran saat ini.
Sampul buku dokumen Brookings Institution “Which Path to Persia?” dengan labirin dan bendera Iran.
Sampul dokumen Brookings Institution berjudul Which Path to Persia?, yang ditulis oleh tujuh analis senior dan memetakan berbagai opsi strategis AS terhadap Iran, termasuk provokasi melalui Israel dan rezim change.

LENTERAMERAH – Serangan militer Amerika Serikat terhadap Iran kembali memunculkan perdebatan soal akar strategi geopolitik Washington. Kritik tajam diarahkan kepada pemerintahan Trump karena dianggap mengeksekusi isi dokumen Brookings Institution tahun 2009, Which Path to Persia?, yang merinci strategi perubahan rezim di Iran secara sistematis.

Isi Dokumen Brookings Institution yang Kini Jadi Sorotan

Dokumen setebal lebih dari 100 halaman tersebut menyarankan:

  • Melakukan negosiasi palsu untuk menciptakan kesan upaya diplomasi;
  • Menggunakan Israel untuk memulai serangan awal sebagai pemicu konflik;
  • Melibatkan Amerika Serikat secara langsung dalam fase akhir untuk menggulingkan rezim Iran.

Ketiga tahap ini dinilai telah diikuti dengan rapi oleh pemerintahan Trump, mulai dari pembatalan JCPOA, keterlibatan Israel dalam operasi militer, hingga serangan terbuka AS.

Ancaman Nuklir, Dalih yang Dipatahkan Intelijen AS Sendiri

Yang mencolok, justifikasi serangan atas nama ancaman nuklir dinilai tidak berdasar. Penilaian intelijen AS sendiri menyatakan bahwa Iran tidak memiliki senjata pemusnah massal dan tidak aktif mengejar program tersebut. Hal ini memperkuat dugaan bahwa dokumen Brookings Institution menjadi panduan strategis yang lebih berpengaruh daripada fakta objektif.

Tujuan Akhir Bukan Iran

Para analis independen memperingatkan bahwa konflik ini merupakan bagian dari skenario lebih besar: mempersiapkan panggung untuk konflik global yang melibatkan Rusia dan China. Mereka menilai dokumen Brookings bukan sekadar naskah masa lalu, melainkan peta jalan kebijakan luar negeri AS lintas administrasi—mulai dari Bush, Obama, hingga Biden, dan kini Trump kembali.

“Sudah Diperingatkan”

Seorang pengamat yang telah lama menyoroti dokumen Brookings Institution menyatakan bahwa peringatan-peringatan telah disampaikan sejak lama, namun diabaikan:

“Saya sudah bilang bahwa Trump bukan pengecualian. Mereka bilang saya berhalusinasi. Tapi lihatlah sekarang, strategi dalam dokumen itu dijalankan huruf demi huruf.”

Ia juga menambahkan bahwa publik, termasuk pendukung Trump, kini terlibat secara tidak sadar dalam mengaburkan fakta dengan dalih-dalih emosional.

Penutup yang Tak Menyimpulkan

Meski belum dapat dipastikan ke mana arah konflik ini berkembang, sorotan terhadap dokumen Brookings Institution telah membuka kembali perdebatan lama: sejauh mana kebijakan luar negeri AS sesungguhnya dikendalikan oleh lembaga kebijakan—bukan oleh pemimpin terpilih. ***