Gerakan Politik Iran: Dari Konstitusi 1906 ke Revolusi dan Perlawanan Modern

Gerakan politik Iran tak pernah mati—dari parlemen 1906, kudeta Mossadegh, Revolusi 1979, hingga Green Movement. Rakyat Iran terus melawan dominasi, dari luar dan dalam.
Perempuan muda Iran berjalan di depan mural bendera nasional, simbol dinamika gerakan politik Iran modern.
Seorang perempuan muda melintasi mural bendera Iran—simbol kebangkitan generasi baru dalam gerakan politik Iran yang kini bergeser ke ruang digital dan kultural.

LENTERAMERAH — Gerakan politik Iran memiliki sejarah panjang dan berliku, dimulai dari Revolusi Konstitusional pada awal abad ke-20 hingga oposisi terhadap rezim Republik Islam hari ini.

Setiap fase menunjukkan bagaimana rakyat Iran terus memperjuangkan kedaulatan, partisipasi rakyat, dan keadilan sosial—meski berkali-kali dibungkam oleh kekuatan asing dan otoritarianisme domestik.

Revolusi Konstitusional Iran tahun 1906 melahirkan Majlis (parlemen) dan undang-undang dasar pertama dalam sejarah negara itu. Gerakan ini dipicu oleh korupsi dinasti Qajar dan tekanan asing, khususnya dari Rusia dan Inggris. Namun konstitusi itu tak berumur panjang, karena tekanan geopolitik dan konflik internal meruntuhkannya satu dekade kemudian.

Era Mossadegh dan Nasionalisasi Minyak

Pada 1940-an hingga awal 1950-an, gerakan politik Iran dipimpin oleh Front Nasional di bawah Mohammad Mossadegh. Ia mempersatukan berbagai elemen—nasionalis, religius, dan kiri non-komunis—dengan agenda utama: menasionalisasi minyak Iran.

Keberhasilan Mossadegh menasionalisasi Anglo-Iranian Oil Company memunculkan harapan baru akan kedaulatan ekonomi. Tapi langkah itu memicu petualangan kudeta Amerika Serikat dan Inggris melalui Operasi Ajax (1953), yang menggulingkan Mossadegh dan memperkuat kekuasaan absolut Shah.

Revolusi Islam: Gerakan Rakyat Dikuasai Ulama

Setelah dua dekade represi politik di bawah Shah dan SAVAK, gelombang unjuk rasa menyebar di seluruh Iran pada 1978. Gerakan ini diawali oleh aliansi luas antara ulama, mahasiswa, kaum urban miskin, dan kaum kiri. Namun setelah Shah tumbang pada awal 1979, ulama di bawah komando Ayatollah Khomeini mengambil alih arah revolusi.

Khomeini memanfaatkan struktur lama ulama Syiah dan membentuk sistem baru berdasarkan Velayat-e Faqih. Republik Islam berdiri, tapi gerakan-gerakan politik non-religius disingkirkan satu per satu. Partai kiri, sekuler, bahkan ulama non-khomeinist, dibungkam.

Reformasi dan Gerakan Hijau

Pada 1997, muncul angin segar ketika Mohammad Khatami memenangkan pemilu presiden dengan dukungan besar dari kaum muda dan kelas menengah. Ia mengusung program reformasi: kebebasan pers, dialog antaragama, dan pembukaan ruang sipil. Namun gerakannya dibatasi oleh struktur kekuasaan ulama yang tetap dominan.

Puncak kekecewaan publik terlihat pada Green Movement tahun 2009, menyusul tudingan kecurangan pemilu yang mengukuhkan kemenangan Mahmoud Ahmadinejad. Rakyat turun ke jalan, meneriakkan slogan “Where is my vote?”. Gerakan ini ditumpas brutal, namun membuka era baru oposisi digital dan bawah tanah.

Gerakan Politik Baru di Tengah Represi

Saat ini, gerakan politik Iran muncul dalam bentuk baru: kampanye online, boikot pemilu, dan tekanan diaspora. Perempuan, mahasiswa, dan pekerja menjadi elemen paling aktif dalam menantang negara ulama yang kian represif. Meski ruang politik resmi hampir tertutup, narasi perlawanan tetap hidup di ruang budaya, media sosial, dan solidaritas internasional.

Serangan Israel terhadap Iran dan menyulut perang 12 hari membuat rakyat Iran bersatu dibawah pimpinan supreme leader Khamenei. ***