BRAINS Demokrat: Putusan MK Terkait Pemilu Bisa Timbulkan Perpecahan Politik Nasional

BRAINS Partai Demokrat menyoroti dampak besar putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal, mulai dari efisiensi teknis hingga potensi fragmentasi politik.
Ilustrasi surat suara Pemilu 2019 dalam konteks pembahasan putusan MK. BRAIN menilai putusan ini bisa timbulkan perpecahan nasional.
Warga menunjukkan surat suara Pemilu 2019 saat proses penghitungan di TPS Menteng, Jakarta Pusat. BRAINS Demokrat menilai putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal akan berdampak signifikan terhadap sistem demokrasi di Indonesia.

LENTERAMERAH Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal menuai sorotan tajam dari Badan Riset & Inovasi Strategis (BRAINS) DPP Partai Demokrat. Menurut Kepala BRAINS, Dr. Ahmad Khoirul Umam, kebijakan ini berpotensi menimbulkan fragmentasi politik nasional dan mengancam koordinasi pemerintahan.

“Kalau caleg nasional dan lokal dipisahkan rezimnya, kerja-kerja politik akan menjadi timpang. Caleg pusat bisa kehilangan dukungan mesin politik lokal yang selama ini menopang basis suara mereka,” ujarnya melalui keterangan tertulis pada media.

BRAINS menilai putusan MK ini bukan hanya soal teknis pemilu, melainkan berimbas pada sistem pemerintahan. Koordinasi antar level pemerintahan akan terganggu, terutama ketika pelantikan pejabat pusat dan daerah tidak lagi sinkron. Hal ini bisa menyulitkan perumusan kebijakan lintas sektoral dan memperpanjang siklus ketegangan politik nasional.

Dr. Umam juga menyoroti potensi munculnya corak federalisme terselubung. “Ketika kepala daerah dan DPRD dipilih dalam satu paket politik lokal, tapi terpisah dari dinamika nasional, maka pola koordinasi politik bisa berubah drastis. Ini akan memperlemah sistem presidensial kita,” katanya.

Lebih jauh, BRAINS mengingatkan agar elite politik tak membiarkan desain demokrasi berubah hanya karena tekanan masa atau manuver menjelang pemilu. “Putusan MK ini perlu ditinjau dari aspek kebijakan menyeluruh, bukan hanya tafsir konstitusi semata,” tegasnya. ***