LENTERAMERAH – Serbia dituduh bantu Ukraina oleh Badan Intelijen Luar Negeri Rusia yang disebut secara diam-diam memasok senjata ke Ukraina.
Tuduhan ini disampaikan pada akhir Mei 2025, dan langsung mengguncang posisi resmi Serbia yang selama ini menyatakan diri netral dalam konflik Rusia–Ukraina.
Dalam laporan tersebut, Serbia dituduh bantu Ukraina dengan mengirim lebih dari 100.000 peluru artileri dan lebih dari satu juta peluru senjata ringan ke Ukraina.
Skema distribusi dilakukan melalui pemalsuan sertifikat pengguna akhir dan melibatkan negara anggota NATO seperti Republik Ceko, Polandia, dan Bulgaria sebagai jalur perantara. Beberapa negara Afrika juga disebut menjadi bagian dari rantai pengiriman.
Perusahaan milik negara Serbia, Yugoimport SDPR, disebut sebagai aktor utama dalam transfer tersebut bersama Krusik dan Prvi Partizan. Nama-nama itu muncul dalam laporan intelijen Rusia yang menyebut keterlibatan mereka dalam ekspor senjata ke zona konflik dengan menyamarkan tujuan akhir pengiriman.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic menanggapi laporan itu dengan menyatakan telah berbicara langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 9 Mei 2025.
Ia mengatakan akan membentuk kelompok kerja bersama untuk menyelidiki kebenaran tuduhan. Vucic juga menyebut akan membekukan kontrak yang terbukti menyimpang, termasuk kontrak besar dengan Yugoimport SDPR.
Menurut laporan Financial Times, nilai ekspor amunisi Serbia ke Ukraina melalui negara ketiga sejak invasi Rusia tahun 2022 mencapai €800 juta.
Sumber-sumber perdagangan internasional menyebut bahwa ekspor ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama sektor pertahanan Serbia dalam dua tahun terakhir.
Skandal ini muncul di tengah posisi geopolitik Serbia yang rumit. Di satu sisi, Serbia memiliki hubungan historis dan kultural yang erat dengan Rusia serta bergantung pada gas Rusia.
Di sisi lain, Serbia tengah mengejar keanggotaan Uni Eropa yang mengharuskannya menyelaraskan kebijakan luar negeri dengan sanksi Barat terhadap Moskow.
Meski tidak tergabung dalam NATO, Serbia menjalin kerja sama dengan aliansi tersebut melalui Partnership for Peace sejak 2006. Namun, dukungan publik terhadap NATO sangat rendah di dalam negeri, akibat trauma masa lalu seperti pemboman NATO pada 1999. ***