Bernard: Donald Trump Tokoh Perdamaian yang Menaklukkan Dunia Lewat Ketakutan

Bernard menilai Donald Trump tokoh perdamaian yang lahir dari kekacauan. Dunia tidak suka Trump, tapi tetap tunduk pada realitas yang ia ciptakan.
Bernard Haloho dan Donald Trump berdampingan, dengan latar api sebagai simbol krisis global
Bernard (kiri) dan Trump (kanan) dalam satu bingkai simbolik. Bernard menilai Trump bukan mendamaikan, tapi menghentikan perang dengan tekanan brutal.

LENTERAMERAH – Donald Trump tokoh perdamaian? Pernyataan ini bukan datang dari tim kampanye Partai Republik, tapi dari Bernard Haloho, Direktur Eksekutif Indonesia Democracy Bridge Research Institute (Ind-Bri). Namun, kata “perdamaian” di sini tidak datang dari kelembutan, melainkan dari dominasi narasi dan kontrol penuh atas medan konflik.

Bernard menegaskan bahwa Donald Trump tokoh perdamaian bukan karena diplomasi, tapi karena mampu menghentikan perang Israel–Iran dengan cara sepihak. Trump mengumumkan gencatan senjata pada 24 Juni 2025 lewat Truth Social, menyatakan bahwa ia telah menghancurkan seluruh fasilitas nuklir Iran, dan menetapkan skema 24 jam: Iran berhenti pukul 04.00 GMT, Israel menyusul 12 jam kemudian.

“Trump tidak mendamaikan. Dia menekan dan menaklukkan. Dunia bersimpuh bukan karena cinta, tapi karena tak punya pilihan,” tegas Bernard.

Bernard juga menyebut bahwa Trump bukan sekadar tokoh politik, tetapi aktor tunggal dalam krisis global yang tahu kapan membiarkan kekacauan dan kapan muncul sebagai penyelamat. Menurutnya, Trump versi 2025 bukan lagi impulsif, tapi strategis—mendorong Iran dan Israel ke meja yang bahkan tidak ada.

Dunia Tanpa Pemimpin, Trump Ambil Alih

Sementara PBB hanya mengutuk, dan negara-negara besar saling menunggu, Donald Trump tokoh perdamaian versi Bernard adalah sosok yang berani bertindak di tengah kevakuman global. Rusia sibuk di Ukraina. China bermain aman. Uni Eropa tercerai. Dalam kekosongan ini, Trump membangun panggung sendiri—tanpa izin siapa pun.

“Tanpa Trump, tak ada yang bisa hentikan perang itu. Dunia tahu itu, tapi pura-pura benci,” kata Bernard.

Retorika Menjadi Senjata

Bernard menyoroti gaya hiperbolik Trump yang dianggap konyol, namun justru efektif. Saat Trump menyebut Timur Tengah akan menjadi neraka tanpa dirinya, media mencibir. Tapi ketika ledakan rudal meledak di Tel Aviv, semua terdiam.

Menurut Bernard, hanya Donald Trump tokoh perdamaian yang bisa memanfaatkan retorika sebagai alat taktik. Dan itu membuat semua pihak—bahkan musuhnya—berhenti sejenak dan mempertimbangkan ulang langkah mereka. ***